Senin, 12 April 2010

ISTILAH “ TOKOH “ dalam kerangka pikir Masyarakat

ISTILAH “ TOKOH “ dalam kerangka pikir Masyarakat

Asumsi masyarakat saat ini dalam mengejawantahkan istilah – istilah bahasa Indonesia semakin beragam. Sebut saja istilah yang akan kita jadikan sampel disini adalah kata “ TOKOH”. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia definisi kata “ tokoh” salah satunya adalah orang yg terkemuka dan kenamaan (dl bidang politik, kebudayaan, dsb). Namun dalam perkembangannya masyarakat mulai mendefinisikan kata tersebut semakin luas, bahkan di ikuti dengan persyaratan – persyaratan khusus. Seperti misalnya, seseorang harus tepat menyandang kata Tokoh jika mampu memberikan sumbangsih ide, tenaga serta pikiran secara konsisten bagi perkembangan atau perubahan suatu kaum, kelompok, organisasi, dan sebagainya.Hal ini memang benar dan cukup realisistis. Padahal sebenarnya tidak ditemukan satu aturan khusus atau baku yang bersifat hukum serta aturan tertulis lainnya untuk menjadi tolak ukur seseorang di tasbihkan sebagai tokoh dalam kelompok masyarakat tertentu. Berbeda hal dengan pengangkatan seseorang untuk disebut sebagai PAHLAWAN. Karena untuk kategori PAHLAWAN sangat jelas persyaratannya oleh negara. Kita tinggalkan sementara istilah pahlawan karena bukan menjadi topik penulisan kali ini.
Kelompok atau organisasi lainnya yang ada di masyarakat sah – sah saja mengklaim atau mengangkat seseorang menjadi tokoh dikelompoknya. Sepanjang person tersebut pantas untuk menyandang kata itu dan tidak ada satu pihak manapun yang dirugikan atasan keputusan mereka. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada satu pihak atau organisasi lainnya yang berhak melakukan protes atas apa yang telah kelompok lain putuskan.
Istilah “ Tokoh “ dalam persepsi kehidupan masyarakat yang bermartabat saat ini tidak perlu lagi dipersoalkan. Seperti pada sebuah tulisan pada halaman pertama yang dilansir di sebuah harian lokal kota palu pada tanggal (02/02) yang mempertanyakan sebutan tokoh bagi seseorang dikelompoknya. Apalagi orang tersebut adalah salah satu yang mewakili kaum perempuan untuk maju menjadi calon walikota palu pada pilkada kota nanti. Tulisan itu semakin menggelitik ketika segala kegiatan orang yang dimaksud dihubung – hubungkan dengan kegiatan kampanye. Tentunya banyak alasan serta pertimbangan yang logis sehingga sebutan itu berani dimunculkan. Benar atau tidaknya kegiatan yang dia lakukan berbau kampanye, hanya masyrakatlah yang bisa menilainya. Sebab dari semua kegiatan yang orang tersebut lakukan sangat diterima dan mampu memberikan dampak perubahan yang sangat drastis di masyarakat kota palu. Sebut saja salah satunya adalah pengasapan gratis di pemukiman warga yang padat penduduk.
Jadi anggapan sementara, persoalan penokohan di kelompok masyarakat oleh masyarakat itu sendiri, bukanlah sebuah hal yang perlu dijadikan polemik. Sebab Sebagai orang – orang yang cerdas dan bijaksana, memberikan kesempatan kepada setiap warga masyarakat untuk maju berperan serta dalam menyumbangkan ide, tenaga serta pikiran bagi perkembangan dan perubahan suatu iklim bermasyarakat, perlu disambut dengan positif. Bukan dengan cara sebaliknya, Apalagi terselip kecurigaan – kecurigaan yang tidak mendasar. Intervensi yang tidak berlebihan akan penokohan seseorang dikelompoknya wajar saja, selama tidak mendiskreditkan tokoh tersebut apalagi mempertanyakan alasan kelompoknya sehingga memberikan sebutan itu. Sebab masyarakat akan menilai bahwa intervensi yang berlebihan itu terkadang akumulasi dari kepentingan orang – orang yang tidak terakomodir oleh sang tokoh. Masih banyak persoalan lain saat ini yang sebenarnya membutuhkan sorotan yang lebih tajam dan kritis, baik itu dari segi kebijakan atau aturan – aturan pemerintah.
Untuk menyimpulkan sementara, bahwa kata ataupun istilah “ tokoh “ adalah hal yang mutlak diberikan pada seseorang yang telah dan akan memberikan dampak perubahan bagi suatu komunitas. Tentunya semua itu harus terkawal secara konsisten. Sehingga penokohan bagi seseorang tidak lagi menjadi sorotan . dan semoga tokoh yang saat ini dipertanyakan dalam tulisan salah satu harian lokal kita, tidak menjadikan hal tersebut sebagai suatu hambatan dalam memperjuangkan hak – hak orang banyak. Sebab penilaian itu terletak pada masyarakat itu sendiri.


T E R I M A K A S I H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar