Kamis, 25 Februari 2010

ulasan singkat tentang HJ. HABSA YANTI PONULELE

Sebuah Konspirasi
untuk menaklukkan “ HATI “

Setelah beberapa rangkaian kegiatan yang telah dilakukan oleh calon walikota palu Hj. Habsa Yanti Ponulele, ST, Msi, beserta Tim kreatifnya yang akrab disebut TIM HATI perihal sosialisasi serta kegiatan sosial dan keagamaan yang langsung melibatkan warga masyarakat kota palu, memang terasa sekali dampak positifnya. Beberapa diantara poin positif yang dimaksud adalah semakin lekatnya sosok Hj. Habsa Yanti Ponulele, ST, Msi, dengan masyarakat yang inginkan perubahan. Beberapa lembaga survey indonesia melalui data hasil survey mereka, semakin menguatkan pendapat ini. Tingkat pengenalan dan kesukaan warga masyarakat kota palu kepada sosok perempuan santun dan tenang ini terus meningkat. Tentunya semua ini tidak lepas dari sumbangsih ide, pemikiran serta tenaga TIM beserta relawan militan lainnya. Serta poin interestnya adalah karena masyarakat kota palu sedang menunggu sosok yang baru, original, dan tidak pernah terlibat dalam unsur pemerintahan dan pengambil kebijakan sebelumnya di daerah ini.
Namun, ibarat pepatah “ Semakin tinggi pohon, semakin kuat angin menerpanya”. Mungkin gambaran inilah yang sesuai dengan kondisi saat ini. Banyak isu yang menyesatkan, kritikan, tuduhan serta hujatan yang tidak berdasar dialamatkan ke pihak Ibu dan Timnya. Meski kadang semuanya itu sudah melampaui etika – etika berpikir dan bertindak, tapi TIM HATI tetap tenang dan merasa ruang ini bukan ruang yang tepat untuk menyebutkan satu persatu semua itu. Ruang ini adalah ruang yang santun, dan tempatnya semua kebenaran diungkapkan, bukan sebuah ruang bisnis yang dipoles dengan kepentingan. Ibu bersama TIM menyikapi semua ini dengan sangat dewasa, arif dan bijaksana. Menurutnya Ini adalah sebuah dinamika yang harus diterima, karena niat tulus untuk satu perubahan besar terhitung berat. Tapi perlu diingat kembali bahwa Keberhasilan yang nyata tidak datang dari jalan yang instant.
Perlu kita sadari bersama, apapun latar belakang seorang Hj. Habsa Yanti Ponulele, ST, Msi, tidak perlu menjadi satu bahan untuk mendiskreditkan keberadaan beliau dikota palu ini. Apalagi perihal istilah tokoh yang yang menjadi sorotan oleh beberapa kalangan kepada beliau serta gerakan – gerakan anti HATI. Iklim demokrasi seperti saat ini memang merupakan iklim dimana semua aspirasi harus didengarkan. Inilah yang melatarbelakangi mengapa Ibu bersama TIM tidak menjadikan hal seperti itu menjadi hambatan, bahkan sebaliknya. Namun harus diakui juga bahwa tidak sedikit pula dari beberapa isu yang disayangkan, karena sangat jauh dari nilai kebenaran dan kemanusiaan.
Dalam sebuah kompetisi besar, hendaknya masing – masing competitor mengedepankan etika persaingan. Manuver adalah bagian dari konsep pemenangan. Namun bukan berarti harus menghalalkan segala cara saat dalam kondisi mulai tertekan. Masyarakat akan menilai dengan sendiri bahwa pola – pola seperti yang biasa kita sebut dengan “ black campaign” adalah pola persaingan yang kehabisan konsep. Seperti yang terjadi belakangan ini,ada anggapan yang berusaha di bangun di tengah masyarakat, bahwa “HATI” adalah tipikal pemimpin ambisius. Apakah ini dampak dari sebuah manuver pihak – pihak yang khawatir? Kekhawatiran dan ketakutan itu muncul tidak lain karena agenda perubahan yang diusung oleh kandidat ini adalah rill agenda pemerintahan yang berbasis kerakyatan dan bukan berbasis kekuasaan apalagi bisnis. Pertanyaan yang muncul di masyarakat saat ini adalah, lho..kok kenapa khawatir? Apakah selama ini warga masyarakat kota palu sudah puas dengan apa yang mereka rasakan dalam dengan gaya pemerintahan seperti kemarion dan hari ini ? Buka mata, buka hati, kemudian dengarkan apa keluhan mereka.., Warga kota palu jenuh dengan kebijakan – kebijakan yang tidak memihak rakyat kecil, aspirasi yang tidak terakomodir, ruang publik yang dikuasai oleh oknum birokrat, PERISTIWA MENYALA BERGILIR yang sangat fenomenal karena krisis listrik yang tidak pernah terselesaikan, serta KKN yang terus menggurita disetiap sudut pemerintahan, biaya pendidikan yang tidak memihak rakyat kecil, sampah – sampah yang semakin membumi, dsb. Inikah yang perlu dipertahankan? Masyarakat BUTUH PERUBAHAN..BOS.., SADAR LE....!!!!
Yang sangat disayangkan lagi, begitu Banyak strategi yang serta manuver yang diciptakan saat ini terkesan hanya menjebak opini masyarakat. Tidak disertai dengan solusi yang cerdas serta data – data yang valid. Tapi kembali lagi bahwa ” Tim HATI ” menyadari bahwa masyarakat kota palu saat ini adalah masyarakat yang cukup selektif. Mampu melihat apa yang benar dan apa yang salah. Harapan dan energi baru terselip disetiap keinginan mereka. HARI INI DAN AKAN DATANG ..sudah sepantasnya Hj. Habsa Yanti Ponulele, ST. Msi mendapat tempat di hati warga kota palu. Semoga ALLAH SWT menunjukkan kebesarannya atas nama kebenaran untuk kemenangan kaum yang tertindas. AMIN.....



Hapus Kiriman

WANITA LAYAK MEMIMPIN

PEMIMPIN WANITA DALAM PANDANGAN LUAS ISLAM
Kontra argument perihal pemimpin wanita dalam konteks islam sudah sejak lama menjadi perdebatan panjang para ulama dan ahli fiqih. Hal ini tidak lepas dari konsep penyemarataan hak bagi kaum pria dan wanita dari sudut pandang islam. Kita perlu mereview kembali, bahwa pada sekitar bulan maret tahun 2005 Dr. Amina Wadud menjadi pelaku salah satu peristiwa besar dalam sejarah dunia islam modern. Dr. Amina Wadud (sebagai imam sekaligus khatib) memimpin shalat jumat di gereja Anglikan, Manhattan, New York, AS. Gebrakan revolusioner pengajar studi Islam di Virginia Commonwealth University, AS, itu, tidak hanya membuka kembali perdebatan fikih tentang boleh-tidaknya perempuan memimpin salat yang disertai makmum laki-laki, tapi juga menuai ancaman mati.
Bagaimanakah sesungguhnya pertimbangan ahli fikih Islam dalam kasus seperti ini?. Atas peristiwa tersebut K.H. Husein Muhammad (Pengasuh Pondok Peantren Darut Tauhid, Arjowinangun, Cirebon) memberikan pendapat bahwa sebenarnya perempuan dibolehkan menjadi imam salat bagi siapa saja, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Beliau tidak setuju dengan pernyataan bahwa di dalam hukum Islam, perempuan tidak dibolehkan menjadi imam bagi laki-laki. Persoalannya menurutnya tidak seperti itu. Pernyataan seperti demikian hanyalah pandangan mainstream ulama saja. Bahkan, Imam Mazni, tokoh besar yang menjadi murid utama Imam Syafi'i juga membolehkan hal tersebut. Argumen yang sering dikemukakan mereka yang melarang sebenarnya diambil dari hadis nabi, karena Alquran sendiri tidak menyinggung persoalan ini. Hadis yang selalu dikemukakan adalah hadis Ibnu Majah yang bersumber dari Jabir yang berbunyi, “Lâ ta’ummanna imra-atun rajulan, wa lâ a`râbiyyun muhâjiran, wa lâ fâjirun mu'minan.” Artinya, janganlah sekali-kali perempuan mengimami laki-laki, Arab Badui mengimami Muhajir (mereka yang ikut hijrah bersama nabi ke Madinah), dan pendosa mengimami mukmin yang baik. Hadis inilah yang sering dikemukakan di banyak tempat, untuk menopang argumen yang tidak membolehkan perempuan mengimami laki-laki dalam salat.. Jadi dasar pelarangannya adalah bunyi tekstual hadis Jabir ini. banyak orang melihat hadis ini secara eksplisit saja. Hadis ini juga diterima sedemikian rupa, tanpa melakukan analisis kritis atas matan atau isi hadisnya. Kita terlalu sering menggunakan hadis kalau sanad-nya (mata rantai periwayatnya,) sudah dianggap sahih, tanpa melakukan kritik atas matan atau isinya. Padahal, Imam Nawawi sendiri sudah mengatakan dalam kitabnya bahwa hadis ini lemah atau dla`îf. .
Sedangkan dasar argumen yang digunakan oleh beberapa ulama membolehkan wanita mengimani laki – laki adalah dilandaskan pada hadis Ummi Waraqah yang lebih kuat keabsahan sanad, apalagi matannya. Hadis itu berbunyi, “…Wakâna sallalLâh `alaihi wa sallam yazûruhâ fî baitihâ waja`ala lahâ mu’addzinan yuaddzinu lahâ wa-amara ‘an ta’umma ahla dârihâ.” Artinya, nabi pernah berkunjung ke kediaman Ummi Waraqah, lalu menunjuk seseorang untuk azan, dan memerintahkan Ummi Waraqah untuk mengimami keluarganya. Di antara orang yang ada di kediaman Ummi Waraqah tersebut terdapat syaikhun kabîr wa ghulâmuhâ wajâriyatahâ atau seorang laki-laki lanjut usia dan seorang budak laki-laki dan perempuan. Hadis ini lebih sahih dari pada hadis pertama tadi dari sisi sanad, apalagi matan. Untuk dapat dicek lebih lanjut, ini dapat ditemukan di kitab Mukhtashar Sunan Abî Dâ’ud..
Dalam kesempatan lain Dr. Nur Rofi'ah (alumnus Ankara University Turki yang kini menjadi dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) memberikan alasan mengenai tidak populisnya pendapat yang membolehkan wanita menjadi imam bagi laki – laki. Menurutnya memang pandangan seperti itu tidak populer, makanya banyak yang tidak tahu. Tapi perlu digarisbawahi, jangan karena kita tidak tahu lantas menganggap sesuatu itu tidak ada (tidak ada landasannya di dalam Islam). Sebab kita juga tahu, ayat-ayat Alquran tentang porsi pembagian waris satu berbanding dua antara laki-laki dan perempuan, atau bolehnya seorang suami memukul istri, jauh lebih populer dari pada ayat yang memerintahkan laki-laki atau setiap suami untuk berbuat baik terhadap istrinya. Dan uniknya, sisi lemah hadis yang menyatakan bahwa perempuan tidak boleh menjadi imam, itu pun tidak kita ketahui. Makanya, ketidaktahuan ini memang sebuah persoalan besar. Untuk itu perlu ada sosialisasi yang seimbang dan berkelanjutan antara laki-laki dan perempuan untuk membuat sebuah wacana lebih hidup.
Sejalan dengan kemajuan zaman saat ini, tidak sedikit kaum wanita yang terjun kedunia politik. bahkan ada beberapa daerah di indonesia yang didaulat menjadi pimpinan kepala daerah. Peran serta wanita dalam kancah perpolitikan diindonesia sebagai wakil rakyat saat ini semakin dipertegas pula dalam UU No. 10 tahun 2008 tentang tata cara pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD .
Bagaimana pula hal tersebut dipandang dalam kaca mata hukum Islam? Apakah kaum wanita islam juga memiliki hak politik seperti kaum pria lainnya?. Dalam sebuah catatan yang ditulis oleh Dr. M. Quraish Shihab, MA (“Wawasan Al – Qur’an/ Tafsir Maudhu’i atas pelbagai persoalan umat” ) menyatakan bahwa ada tiga alasan yang sering dikemukakan sebagai larangan keterlibatan mereka., 1. Ayat Ar-rijal qawwamuna 'alan-nisa' (Lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita) (QS An-Nisa, [4]: 34), 2. Hadis yang menyatakan bahwa akal wanita kurang cerdas dibandingkan dengan akal lelaki; keberagamaannya pun demikian., 3. Hadis yang mengatakan: Lan yaflaha qaum wallauw amrahum imra'at (Tidak akan berbahagia satu kaum yang menyerahkan urusan mereka
kepada perempuan). Ayat dan hadis-hadis di atas menurut mereka mengisyaratkan bahwa kepemimpinan hanya untuk kaum lelaki, dan menegaskan bahwa wanita harus mengakui kepemimpinan lelaki. Pendapat ini diikuti oleh banyak mufasir lainnya. Namun, sekian banyak mufasir dan pemikir kontemporer melihat bahwa ayat di atas tidak
harus dipahami demikian, apalagi ayat tersebut berbicara dalam konteks kehidupan berumah tangga.
Kemudian beliau menjelaskan lagi bahwa, kata ar-rijal dalam ayat ar-rijalu qawwamuna 'alan nisa', bukan berarti lelaki secara umum, tetapi adalah "suami" karena konsiderans perintah tersebut seperti ditegaskan pada lanjutan ayat adalah karena mereka (para suami) menafkahkan sebagian harta untuk istri-istri mereka. Seandainya yang dimaksud dengan kata "lelaki" adalah kaum pria secara umum, tentu konsideransnya tidak demikian. Terlebih lagi lanjutan ayat tersebut secara jelas berbicara tentang para istri dan kehidupan rumah tangga. Adapun mengenai hadis, "tidak beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan," perlu digarisbawahi bahwa hadis ini tidak bersifat umum. Ini terbukti dan redaksi hadis tersebut secara utuh, seperti diriwayatkan Bukhari, Ahmad, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi, melalui Abu Bakrah. Ketika Rasulullah Saw. mengetahui bahwa masyarakat Persia mengangkat putri Kisra sebagai penguasa mereka, beliau bersabda, "Tidak akan beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan." (Diriwayatkan oleh Bukhari, An-Nasa'i, dan Ahmad melalui Abu Bakrah). Jadi sekali lagi hadis tersebut di atas hanya ditujukan kepada masyarakat Persia ketika itu, bukan terhadap semua masyarakat dan dalam semua urusan.
Kita dapat berkesimpulan bahwa, tidak ditemukan satu ketentuan agama pun yang dapat dipahami sebagai larangan keterlibatan perempuan dalam bidang politik, atau ketentuan agama yang membatasi bidang tersebut hanya untuk kaum lelaki. Di sisi lain, cukup banyak ayat dan hadis yang dapat dijadikan dasar pemahaman untuk menetapkan adanya hak-hak tersebut. Salah satu ayat yang sering dikemukakan oleh para pemikir Islam berkaitan dengan hak-hak politik kaum perempuan adalah surat At-Taubah ayat 71:"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah awliya' bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh untuk mengerjakan yang makruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." Secara umum ayat di atas dipahami sebagai gambaran tentang kewajiban melakukan kerja sama antara lelaki dan perempuan untuk berbagai bidang kehidupan yang ditunjukkan dengan kalimat "menyuruh, mengerjakan yang makruf dan mencegah yang munkar." Pengertian kata awliya' mencakup kerja sama, bantuan, dan penguasaan.
Kenyataan sejarah menunjukkan sekian banyak wanita yang terlibat pada persoalan politik praktis, Ummu Hani, misalnya dibenarkan sikapnya oleh Nabi Muhammad Saw. ketika memberi jaminan keamanan kepada sebagian orang musyrik (jaminan keamanan merupakan salah satu aspek bidang politik). Bahkan istri Nabi Muhammad Saw. sendiri, yakni Aisyah r.a. , memimpin langsung peperangan melawan Ali bin Abi Thalib yang ketika itu menduduki jabatan kepala negara. Dan isu terbesar dalam peperangan tersebut adalah suksesi setelah terhunuhnya Khalifah
ketiga 'Utsman r.a. Peperangan ini dikenal dalam sejarah Islam dengan nama Perang Unta (656 M). Keterlibatan Aisyah r.a. bersama sekian banyak sahabat Nabi dan kepemimpinannya dalam peperangan itu, menunjukkan bahwa beliau bersama para pengikutnya membolehkan keterlibatan perempuan dalam bidang politik praktis sekalipun. Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk kaum wanita, mereka mempunyai hak untuk bekerja dan menduduki jabatan-jabatan tertinggi, kendati ada jabatan yang oleh sebagian ulama dianggap tidak boleh diduduki oleh kaum wanita, yaitu jabatan kepala negara (Al-Imamah Al-Uzhma) dan hakim. Namun perkembangan masyarakat dari saat ke saat mengurangi pendukungan larangan tersebut, khususnya persoalan kedudukan perempuan sebagai hakim. Dalam beberapa kitab hukum Islam, seperti Al-Mughni, ditegaskan bahwa setiap orang yang memiliki hak untuk melakukan sesuatu, maka sesuatu itu dapat diwakilkan kepada orang lain, atau menerima perwakilan dari orang lain. Atas dasar kaidah di atas, Dr. Jamaluddin Muhammad Mahmud berpendapat bahwa berdasarkan kitab fiqih - bukan hanya sekadar pertimbangan perkembangan masyarakat - kita dapat menyatakan bahwa perempuan dapat bertindak sebagai pembela maupun penuntut
dalam berbagai bidang.
Semoga sederhananya ulasan diatas dapat semakin membuka kesadaran kita bahwa sebernarnya islam adalah agama yang menyamaratakan esensi pria dan wanita. Dan terpenting lagi kita sadari bersama bahwa kaum wanita juga berhak memikul tanggung jawab seperti layaknya kaum pria jika mereka memiliki kemampuan itu. Tak ada ukuran batasan kemampuan yang dikaruniakan Allah SWT kepada kaum pria dan wanita seperti yang dipertegas dalam (QS An-Nisa, [4]: 32) yang berbunyi: "Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi lelaki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuanjuga ada bagian dari yang mereka usahakan, dan bermohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

Hapus Kiriman