SEKELUMIT STRATEGI SEDERHANA PEMENANGAN PEMILU
Oleh : Iwan Ambo, ST
Salah satu perubahan mendasar dalam praktek penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di era otonomi daerah, yaitu proses seleksi kepemimpinan eksekutif lokal tidak lagi dipilih dan ditentukan oleh DPRD, tapi langsung oleh rakyat. Output pilkada diharapkan pemimpin eksekutif lokal yang bisa memenuhi preferensi mayoritas masyarakat lokal dan mempercepat terbentuknya pemerintahan daerah yang lebih baik (Good Governance). Dengan demikian dari sisi subtansi, Pilkada diharapkan bisa melakukan proses seleksi pemimpin yang dinilai rakyatnya terbaik untuk melakukan perubahan-perubahan yang menjanjikan dan memberi manfaat kepada masyarakat luas.
Merujuk akan anggapan diatas, kita tidak bisa menutup mata akan kondisi masyarakat Indonesia yang semakin cerdas dalam mengamati dan memahami persoalan yang telah dan sedang terjadi dewasa ini, khususnya mengenai polemic – polemic yang erat kaitannya dengan Sistem Tata Negara. Isu global yang selalu menjadi sentral pembicaraan masyarakat adalah persoalan - persoalan kesejahteraan. Dalam hal ini, persoalan kesejahteraan telah menjadi hal yang pantas dan harus diteriakkan oleh semua kandidat pemimpin daerah saat melakukan orasi di depan masa pendukungnya dengan harapan akan menuai perolehan suara yang lebih pada saat proses pemilihan berlangsung, yang disamping itu perlu dilengkapi beberapa metode teknis yang dilakukan oleh tim sukses masing – masing calon menjelang proses pemilihan. Sehingga hal tersebut juga diharapkan akan menjadi salah satu factor terpenting penentu kemenangan untuk calon yang diusung. Namun pada hakikatnya perlu disadari bahwa tidak sedikit yang menuai kegagalan dalam konteks tersebut.
Dari sekian banyak hasil pemantauan mengenai berita kegagalan kandidat dalam memenangkan Pilkada pada era pemilihan langsung di Negara tercinta Indonesia ini, serta beberapa literatur dan artikel yang pernah saya baca mengenai teori pemenangan pemilu, maka dengan segala kerendahan hati saya berasumsi bahwa sebelum pasangan kandidat mengikuti proses pelaksanaan Pilkada tersebut, alangkah baiknya rencana dan strategi pemenangan perlu dimatangkan. Beberapa diantaranya menurut hemat berpikir saya adalah :
1. Pembentukan Tim Pemantau Kinerja Koordinator lapangan (KorLap)/Relawan
Hal diatas menjadi barometer pertama saya dalam mengamati kegagalan dan keberhasilan kandidat – kandidat dalam memenangkan Pilkada disetiap daerah pemilihannya. Alasan tersebut sangat realistis dan mendasar, mengingat akan peristiwa yang banyak terjadi saat ini, bahwa tidak sedikit kandidat – kandidat yang telah gagal pada saat perolehan suara, banyak dimanfaatkan secara keliru dari sisi financial oleh beberapa Korlapnya yang tidak bertanggung jawab dan hanya mencari keuntungan sendiri dari kesempatan yang diberikan. Sehingga hasil akhirnya menunjukan bahwa kandidat yang telah kalah dalam pemilihan jatuh miskin, sedangkan korlapnya menuai kekayaan mendadak.
Olehnya itu hal tersebut perlu untuk diwaspadai dengan pembentukan tim pemantau seperti yang dimaksud diatas. Disamping sebagai salah satu cara menanggulangi kerugian yang lebih besar dari para kandidat yang telah kalah, metode ini juga lebih bias membuktikan secara jelas tentang prediksi kemenangan dukungan suara setiap kandidat di setiap daerah pemilihan dengan metode perhitungan analitis yang lebih pasti.
Garis kerja dan Hubungan Tim Pemantau Dengan Kandidat serta Korlap disetiap daerah pemenangan dapat dilihat pada skema berikut ini :
1. Pembentukan Tim Pemantau Kinerja Koordinator lapangan (KorLap)/Relawan
Hal diatas menjadi barometer pertama saya dalam mengamati kegagalan dan keberhasilan kandidat – kandidat dalam memenangkan Pilkada disetiap daerah pemilihannya. Alasan tersebut sangat realistis dan mendasar, mengingat akan peristiwa yang banyak terjadi saat ini, bahwa tidak sedikit kandidat – kandidat yang telah gagal pada saat perolehan suara, banyak dimanfaatkan secara keliru dari sisi financial oleh beberapa Korlapnya yang tidak bertanggung jawab dan hanya mencari keuntungan sendiri dari kesempatan yang diberikan. Sehingga hasil akhirnya menunjukan bahwa kandidat yang telah kalah dalam pemilihan jatuh miskin, sedangkan korlapnya menuai kekayaan mendadak.
Olehnya itu hal tersebut perlu untuk diwaspadai dengan pembentukan tim pemantau seperti yang dimaksud diatas. Disamping sebagai salah satu cara menanggulangi kerugian yang lebih besar dari para kandidat yang telah kalah, metode ini juga lebih bias membuktikan secara jelas tentang prediksi kemenangan dukungan suara setiap kandidat di setiap daerah pemilihan dengan metode perhitungan analitis yang lebih pasti.
Garis kerja dan Hubungan Tim Pemantau Dengan Kandidat serta Korlap disetiap daerah pemenangan dapat dilihat pada skema berikut ini :
2. Metode Kampanye
Menurut Cornelis Lay (1977) menyebutkan bahwa pada tingkat masyarakat, pemilu dimaknai dan dipraktekan cukup bervariasi Khususnya di kawasan yang bercorak pedesaan dan cukup tertinggal secara sosial, ekonomi dan politik. Pemilu tetap dimengerti dan dipraktekan oleh masyarakat sebagai bagian dari ‘ ritual politik’ para pemimpin untuk mengukuhkan legitimasinya. Sementara warga adalah penggembira yang siap dimobilisasi.
Namun seperti yang saya telah katakan diatas bahwa masyarakat kita saat ini sudah semakin cerdas dalam menganalisa setiap persoalan, terlebih karakter para kandidat yang mencalonkan diri sebagai pemimpin mereka di masa depan. Trauma masa lalu menjadi salah satu sorotan awal masyarakat ketika janji politik para kandidat yang telah terpilih tidak terealisasikan hingga masa akhir jabatannya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut sekali lagi saya mengatakan bahwa para kandidat sangat perlu mempelajari teknis perolehan suara melalui media kampanye baik terbuka dan tertutup. Beberapa diantaranya adalah :
• Efektifitas kampanye
Menurut teori dari Samuel Huntington yang telah dibuktikan oleh Lembaga Penelitian Univ. Gadjah Mada dalam penelitian pada sejumlah responden, bahwa ada Dua pola yang dianggap paling efektif dalam penyampaian materi kampanye, yakni Diskusi Pedesaan dan Kampanye melalui TV, Radio, atau Media Surat Kabar.
• Informasi Politik
Informasi Politik yang dimaksud adalah mengenai isi dari materi kampanye. Materi kampanye yang paling menarik untuk diikuti oleh masyarakat adalah persoalan – persoalan yang menyangkut perubahan Sistem Tata Pemerintahan Daerah ditinjau dari segi pelayanan birokrat dan kesehatan, pemberantasan KKN, transparansi Dana, serta peningkatan taraf hidup masyarakat kecil. Mengingat ketiga materi tersebut sangat menyentuh aspek – aspek kehidupan paling mendasar dari masyarakat itu sendiri.
• Penyampaian Informasi Politik
Oleh beberapa kalangan pengamat politik Indonesia yang menyoroti metode penyampaian informasi politik di depan public pada saat kampanye berlangsung mengatakan, bahwa alangkah baiknya para kandidat Kepala Daerah yang akan mengikuti kampanye didaerahnya bercermin pada cara penyampaian Informasi Politik SBY dan JK pada saat Pemilu Pilpres tahun 2004. menggunakan bahasa santun, berbudaya, intelek, menggunakan istilah agamais ( insya Allah) dalam berjanji, berwibawa, dengan suara datar namun terkesan pasti, dan tidak menjelek – jelekkan lawan politiknya. Dengan cara seperti itu public semakin bersimpati, dan bukan tidak mungkin grafik perolehan suara pendukung menjelang pemilihan semakin naik. Hal inilah yang menurut mereka sering terlupakan oleh para kandidat Kepala Daerah dalam pola penyampaian informasi politiknya di depan masa pendukung mereka. Sekali lagi saya mengutip kalimat yang dikeluarkan oleh salah satu pengamat politik Indonesia yakni Bapak Prof. Dr. Bachtiar Ali dalam wawancara mengenai metode Kampanye yang efisien Di TVRI Nasional tanggal 03 Juli 2008, bahwa dalam penyampaian informasi politik yang dilakukan oleh para kandidat kepala daerah pada saat kampanye berlangsung “Mbok ya jangan terlalu berkoar keras dan lama” Karena masyarakat saat ini menginginkan tipe pemimpin yang ulet, ambisius, cerdas, rendah diri, jujur dan kharismatik. Kemenangan Pasangan Ahmad Heryawan – Dede Yusuf dalam Pilkada jabar, pasangan Ismet Iskandar – Rano Karno dalam ajang pemilihan Bupati Tanggerang serta pasangan Syamsul Arifin – Gatot Pujo Nugroho dalam Pilgub Sumatera Selatan tidak luput dari pola penyampaian seperti yang dimaksud diatas.
Namun seperti yang saya telah katakan diatas bahwa masyarakat kita saat ini sudah semakin cerdas dalam menganalisa setiap persoalan, terlebih karakter para kandidat yang mencalonkan diri sebagai pemimpin mereka di masa depan. Trauma masa lalu menjadi salah satu sorotan awal masyarakat ketika janji politik para kandidat yang telah terpilih tidak terealisasikan hingga masa akhir jabatannya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut sekali lagi saya mengatakan bahwa para kandidat sangat perlu mempelajari teknis perolehan suara melalui media kampanye baik terbuka dan tertutup. Beberapa diantaranya adalah :
• Efektifitas kampanye
Menurut teori dari Samuel Huntington yang telah dibuktikan oleh Lembaga Penelitian Univ. Gadjah Mada dalam penelitian pada sejumlah responden, bahwa ada Dua pola yang dianggap paling efektif dalam penyampaian materi kampanye, yakni Diskusi Pedesaan dan Kampanye melalui TV, Radio, atau Media Surat Kabar.
• Informasi Politik
Informasi Politik yang dimaksud adalah mengenai isi dari materi kampanye. Materi kampanye yang paling menarik untuk diikuti oleh masyarakat adalah persoalan – persoalan yang menyangkut perubahan Sistem Tata Pemerintahan Daerah ditinjau dari segi pelayanan birokrat dan kesehatan, pemberantasan KKN, transparansi Dana, serta peningkatan taraf hidup masyarakat kecil. Mengingat ketiga materi tersebut sangat menyentuh aspek – aspek kehidupan paling mendasar dari masyarakat itu sendiri.
• Penyampaian Informasi Politik
Oleh beberapa kalangan pengamat politik Indonesia yang menyoroti metode penyampaian informasi politik di depan public pada saat kampanye berlangsung mengatakan, bahwa alangkah baiknya para kandidat Kepala Daerah yang akan mengikuti kampanye didaerahnya bercermin pada cara penyampaian Informasi Politik SBY dan JK pada saat Pemilu Pilpres tahun 2004. menggunakan bahasa santun, berbudaya, intelek, menggunakan istilah agamais ( insya Allah) dalam berjanji, berwibawa, dengan suara datar namun terkesan pasti, dan tidak menjelek – jelekkan lawan politiknya. Dengan cara seperti itu public semakin bersimpati, dan bukan tidak mungkin grafik perolehan suara pendukung menjelang pemilihan semakin naik. Hal inilah yang menurut mereka sering terlupakan oleh para kandidat Kepala Daerah dalam pola penyampaian informasi politiknya di depan masa pendukung mereka. Sekali lagi saya mengutip kalimat yang dikeluarkan oleh salah satu pengamat politik Indonesia yakni Bapak Prof. Dr. Bachtiar Ali dalam wawancara mengenai metode Kampanye yang efisien Di TVRI Nasional tanggal 03 Juli 2008, bahwa dalam penyampaian informasi politik yang dilakukan oleh para kandidat kepala daerah pada saat kampanye berlangsung “Mbok ya jangan terlalu berkoar keras dan lama” Karena masyarakat saat ini menginginkan tipe pemimpin yang ulet, ambisius, cerdas, rendah diri, jujur dan kharismatik. Kemenangan Pasangan Ahmad Heryawan – Dede Yusuf dalam Pilkada jabar, pasangan Ismet Iskandar – Rano Karno dalam ajang pemilihan Bupati Tanggerang serta pasangan Syamsul Arifin – Gatot Pujo Nugroho dalam Pilgub Sumatera Selatan tidak luput dari pola penyampaian seperti yang dimaksud diatas.
CATATAN kocili
tentang
SEKELUMIT STRATEGI SEDERHANA
PEMENANGAN PEMILU
Oleh : Iwan Ambo, ST
Tidak ada komentar:
Posting Komentar